Kaos Merah
Sore
itu, hujan lebat turun dengan menggebu-gebu. Aku cuwek aja didalam kamar sambil
membaca buku pelajaran ku. Mata ku yang mulai mengantuk dikejutkan dengan
cahaya lampu ku yang padam. Aku masih santai saja dengan kondisi itu. Bagiku
ini ketenangan tersendiri, bias menikmati suara hujan diatas kasur empuk dan
berguling coklat.
Aku
terus saja mendayu-dayu dalam keheningan senja itu. Ku pandangi segala hiasan
yang ada di dalam kamar ku, termasuk boneka merah beruang ku. Semakin ku tatap
boneka itu, aku teringat gadis berkaos merah yang kemarin duduk di pinggir
trotoar dekat gerbang sekolah ku. Tanganya yang cekatan itu mengoyak sampah,
memilah dan memasukkanya kedalam karung yang ia bawa. Aku ingat betul wajah
gadis itu, penuh harap dalam senyumnya. Kaos merahnya itu menandakan bahwa ia
punya semangat membara dalam jiwanya.
Entah
apa yang ku fikirkan. Aku ingin tau gadis itu lebih dalam. “Besok pagi aku akan
datang ke sekolah lebih awal” ujarku dalam hati. Mungkin itu salah satu cara
untuk mengisi tanda tanya ku kali ini. Pagi buta aku berangkat, beruntung aku
melihat kaos merah itu di empat pembuangan sampah milik sekolah ku. Aku
berpura-pura duduk di bawah pohon dengan membaca buku, padahal aku mengamati
gadis itu dari jauh. Barangkali saja kalau gads itu tahu malah pergi. Aku terus
memandanginya, semakin lama melihat gerak-geriknya semakin membuatku ingin
menghampirinya. Ku beranikan diri untuk mendekat dan mngintrogasinya.
“Hei dhe.. sedang apa?” Tanya ku penuh senyum
“sedang mencari kepingan rupiah ka,” membalasnya
dengan senyum pula. Aku makin penasaran dengn gadis itu. “nama adhe siapa?”
entah kenapa aku ingin mengetahuinya lebih dalam.
“Sita,” jawabnya dengan polos. Aku terus menanyakan
latar belakang kenapa gadis itu terus mengorak ark sampah skolah.
Ku
tanyakan segala jenis pertanyaan yang aku sudah siapkan dari kemarin. Satu per
satu Sita menjawab pertanyaan ku dengan penuh kejelasan. Akhirnya aku mengerti
juga, ternyata Sita itu teman sekelasnya yang sedang belajar menjadi pemulung
untuk perlombanya di tingkat Provinsi. Aku tidak menyangka, belajar berteater
itu ternyata memerlukan kerj keras yang tinggi bila ingin mendapatkan hasil
yang diinginkan. Menurutnya, dengan praktik langsung itu, ia dapat mengetahui
dan merasakan bagaimana dalam menjadi seorang pemulung itu. Memang benar-benar
butuh pendalaman karakter bila ingin menjadi pemain teater yang hebat.
Ku
langkahkan kaki ku untuk meninggalkan tempat gadis kaos merah itu. Segera aku
masuk kelas karena jam pelajaran lima menit lagi dimulai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar