Rabu, 15 Juli 2015

teks anekdot "Ibu Rumah Tangga Seharusnya Dibayar" vs " Ibu Rumah Tangga Seharusnya Tidak Dibayar"

Ibu Rumah Tangga Seharusnya Dibayar

Disebuah perkampungan yang masih sangat tradisional, terdapat sebuah lapangan, dimana para warga sedang berkumpul untuk menyelesaikan sebuah masalah mengenai kehidupan  rumah tangga salah seorang pasangan. Pasangan suami istri tersebut adalah nyonya Rusyar dan tuan Keo. Suasana semakin panas ketika masing-masing individu dari pasangan seumur jagung mulai menjelaskan tentang masalah mereka.
Saat sesi pemaparan berlangsung, Rusyar mengemukakan bahwa “Keo hanya memberikan uang cukup pada saya dan kedua anak saya ini. Dia tidak pernah memikirkan kondisi saya dan kebutuhan pribadi saya. Dia juga telah mengingkari perjanjian pernikahan kita yang sesuai dengan nama saya.” Mendengar pernyataan Rusyar, ketua RW setempat bertanya, “Keo, apa janji pernikahan kalian yang sesuai dengan nama Rusyar?” Keo terdiam. Amarah Rusyar semakin menyala-nyala dan berdiri seraya mengatakan “Keo, jawab dong. Kau mengatakan apa pun yang aku tanyakan akan kau jawab sesuai dengan kebalikan bunyi suara ketika mengucap nama mu, oke! Kau masih ingat kan waktu belum menikah, ketika kita kehujanan dibawah pohon palem? Iya, Kau hanya pengumbar janji.” Mendengar perkataan Rusyar, Keo menjawab, “Sesuai dengan kebalikan bunyi suara ketika mengucap nama saya, oke akan saya jawab. Maafkan saya, memang benar saya pernah berjanji ketika menikah bahwa sesuai nama mu, Rusyar mengandung singkatan rus dari kata harus, dan yar dari kata dibayar. Kau memang harus dibayar, saya janji akan membayar mu dan melunasi semua hutang saya kepada mu selama dua tahun lalu.”
Semua orang tertawa mendengar jawaban dari Keo. Ketua Rw menggeleng-gelengkan kepala seraya mengatakan, “Ya sudah, semuanya sudah jelas kan? Tidak ada lagi yang perlu dipermasalahkan. Ayo warga, bubar.”
Semua warga meninggalkan lapangan. Pasangan suami istri pun pulang bersamaan sambil menggendong kedua anaknya, masing-masing individu satu anak. Kini masalah sudah berbuah perhatian yang tidak terkirakan.





Ibu Rumah Tangga Seharusnya Tidak Dibayar

Disebuah perkampungan yang masih sangat tradisional, terdapat sebuah lapangan, dimana para warga sedang berkumpul untuk menyelesaikan sebuah masalah mengenai kehidupan  rumah tangga salah seorang pasangan yang seminggu kemarin sudah mereda masalahnya. Pasangan tersebut tidak lain dan tidak salah lagi baru menikah dua tahun yang lalu. Mereka adalah nyonya Rusyar dan tuan Keo. Suasana semakin panas ketika masing-masing individu dari pasangan seumur jagung molai menjelaskan tentang masalah mereka.
Saat sesi pemaparan berlangsung, Rusyar mengemukakan bahwa “Kao, apa yang membuatmu ingkar lagi? Bukankah kau telah berjanji untuk membayar dan melunasi hutang mu padaku! Kenapa kau menarik kata-kata mu itu? Kau memang lelaki yang tidak bisa dipercaya.” Mendengar perkataan Rusyar, ketua RW terheran dan bertanya kepada suami Rusyar, “Wahai saudara Keo, apakah yang dikatakan istri mu itu benar?” Keo terdiam, emosi Rusyar semakin menjadi-jadi seraya berdiri mengatakan, “Keo, kau memang lelaki munafik. Kau sengaja melakukan semua ini kan? Jawab Keo, jangan hanya kau andalkan kebalikan bunyi suara ucapan nama mu, oke.” Mendengar perkataan sang istri, Keo menjawab, “Oke, ini akan saya jawab. Kau sabar dulu Rusyar, Kau tahu kan kalau pendapatan saya itu pas-pasan, kau juga tahu kan yang terpenting dalam rumah tangga itu suami memberi nafkah untuk keluarganya. Tanpa saya bayar, Kau juga sudah mendapat balasan pahala dari Tuhan. Bukankah nama lengkap mu itu Rusyar Tiyar Tifa. Kau masih ingat? Ingatlah nama lengkap mu juga mengandung singkatan rus dari kata harus, kedua kata yar dari kata bibayar, kedua ti dari kata tidak, dan fa itu pengganti pa yang berasal dari kata apa-apa. Maka jelas dari singkatan itu adalah harus dibayar, tidak dibayar tidak apa-apa. “
Semua orang tertawa mendengar jawaban dari Keo. Ketua Rw menggeleng-gelengkan kepala seraya mengatakan, “Ya sudah, semuanya sudah jelas kan? Tidak ada lagi yang perlu dipermasalahkan. Ayo warga, bubar.”

Semua warga meninggalkan lapangan. Pasangan suami istri pun pulang bersamaan sambil menggendong kedua anaknya, masing-masing individu satu anak. Kini masalah kedua pun sudah berbuah perhatian lagi yang tidak terkirakan.

Puisi anekdot “Profesi Ibu Penjual Kue”

Rentan sakit dekat jalan
Kau terus berjuang demi segelintir uang
Kue demi kue kau jajakan
Lalu lalang orang kau harapkan tuk mendekat

Ibu penjual kue
Aku kagum akan keteguhan hati mu
30 tahun kau berkarir
Mengarungi luasnya samudra kehidupan
Melawan derasnya arus
Kau abaikan terjangan ombak
Tak peduli hantamaan badai angina
Kau terus berjuang menghadap kejamnya takdir

Ibu penjual kue
Kini keempat anak mu kian sukses
KPK, POLDA, kejaksaan dan DPR mereka singgahi
Kau tumpahkan kejujuran tuk buah hati
Hingga mereka tak terlena untuk korupsi
Kau goreskan bakat dan keahlian pada benak mereka

Sampai akhirnya, mereka pun mahir dan menjajakan kue seperti mu

Pantun tema lingkungan alam

Makan mie sedap rasa kari
Nikmat sambil minum jus papaya
Kalau ingin lingkungan berseri
Buanglah sampah pada tempatnya

Ada hewan ada tumbuhan
Tumbuhan bunga juga berbiji
Mari bersama jaga lingkungan
Dengan tindakan yang terpuji

Katak lompat keatas batu
Melompat-lompat setiap saat
Tanamlah pohon walau satu
Karena itu banyak manfaat

Beli baju di toko karina
Baju disimpan dalam lemari
Penyakit merebah dimana-mana
Kala lingkingan ini kita kotori

Mengubah warna kulit  itu bunglon
Bunglon tersenyum pipi merona
Membuang sampah menebang pohon

Bila sembarangan mengundang bencana

puisi ku "Sebutir Harapan"

Kala padi belum mrunduk
Semua tikus siaga maju
Bertambah isi padi itu
Tikus tikus mendekat dan menerkam
Memang benar tikus itu membekas
Bagai segelas air putih tertumpah tetesan tinta hitam
Padi itu kian menjadi kotor
Harap suci lagi, tapi sampah
Dalam benaknya hanya bertekad
Program perbaikan itulah jalanya
Berdzikir siang dan malam
Berdoa pagi petang
Tunduk, pada illahi
Berbakti pada sesame
Semua dilakoninya tuk capai bahagianya
Perbaikan demi perbaikkan makin meningkat
Desuh harap semakin kuat
Fikir optimis selalu terbangun
Hati ikhlas mengikutinya
Ditanyalah padi itu
Ini untuk ridho illah, jawabnya
Dengan rindu dan mata berkaca-kaca

Sungguh hanya harapan ini yang tertera

puisi ku "Berkobar Api Jiwa"

Langkah tegas dimantapkan
Hati lapang di luaskan
Jiwa suci mendamaikan
Fikir terang wajah riang
Tangan-tangan mulai bekerja
Mulut diam mata membaca
Dilihatnya setiap hal
Terkunci semua dalam fikiran dan hati
Sungguh api berkobar membara
Tiap detik diwarnai tanda Tanya
Rintangan demi rintangan tak menggoyahkan
Dilaluinya dengan cepat dan bersih
Angkat tangan dan kepalkan jari
Hentakkan pun menghiasi
Terawang mata yang begitu jauh
Tekad kuat di pundaknya
Sapa bismillah selalu dilantunkan
Doa suci terpanjatkan pada Illah
Ingin tergapai semua dengan ridho_Nya

Cita-cita yang tak tergantikan

Selasa, 14 Juli 2015

Aku Percaya

AKU PERCAYA

Tokoh penokohan :
FINA SILIYYA                                 : ZIYA
FEBI AFNI AHMAD                        : FATAH
MELY AFRIHATUL AFNI              : IKLIMA
SYFA SAFIRA KIRANA ANDI     : AMINAH
OCA YORDAN KRISNANDA       : RIYAN
RIYANA MAGHDALENA             : PELAYAN
ANNISA MARTA A.                        : INA

Detik waktu menggulir bersamaan detak waktu yang mendebar. Nafas sesak menanti akan cucuran darah yang mengalir. Dalam senja, sosok wanita bernama Ziya dengan shal merah masih menanti seseorang yang dirasa berarti dalam hidupnya. Tangannya yang dingin menggenggam erat ponsel dengan beberapa kali mendekatkanya ketelinga. Posisi duduknya yang sudah lama entah berapa jam atau sudah seharian ini membuat pelayan kafe enggan menawarkan jasanya lagi setelah beberapa kali menawarkanya.
ZIYA                : Kasih, dengarlah seruan hati ku. Seruan doa mengharap lekas hadirmu. Aku amat haus akan cinta dan sayang mu, belenggu pun sudah menghentikan ku untuk duduk disini. Lekaslah datang, aku janji akan tersenyum lagi bila kau datang.
Tidak berapa lama dua orang berperawakan modis datang memasuki kafe dan duduk di sebuah kursi. Aminah dan Iklima nama mereka. Pelayan segera menghampiri seraya beberapa kali menebarkan senyumnya.
PELAYAN     : Permisi, selamat datang di kafe pesona senyum. Disini kami menyediakan beberapa menu. Untuk lebih jelasnya, silahkan pilih menu yang anda inginkan (menyodorkan buku menu kafe).
AMINAH       : Aku pesan mie coklat kriting, sama minumnya es teh jeruk pake susu murni yang dingin.
PELAYAN     : Mohon maaf, mau susu murni sapi, kambing, atau yang lain?
AMINAH       : Hem..emang kalau yang lain itu susu apa yah? Sapi ajalah.
PELAYAN     : Ok!  Mbanya mau menu apa? (menunjuk teman sebelah pengunjung)
IKLIMA         : Aku pesan .. emm.. aku pesan … (membisiki Aminah)
AMINAH       : Ya sudah. Dia pesan menu yang sama dengan saya aja Bu.
PELAYAN     : Baik, mohon tunggu sebentar
Pelayan bergegas mengambilkan pesanan lalu memberikanya pada kedua pengunjungnya. Tanpa berpikir panjang pelayan mencoba sekali lagi mendekati
PELAYAN     : Untuk waktu sekarang masih belum inginkah Anda memesan menu makanan yang kami sediyakan?
ZIYA              : (menggelengkan kepala)
PELAYAN     : apa yang membuat anda bertahan disini? Padahal saya perhatikan anda dari pagi hanya duduk sendirian, tanpa makan apapun.
Ziya masih diam. Entah apa yang membuatnya tetap duduk bagai pantat magnet kutub utara yang terus menempel pada kursi kutub selatan. Lima manit kemudian :
ZIYA              : Taka ada kata mustahil untuk kau singgah dihadapan ku. Mata tajammu membuatku percaya akan kesungguhan mu padaku. Aku ingat betul ketika kau datang kerumah hendak mempersuntingku. Kau belum cukup dewasa untuk melakukan itu, kata mama mu. Hingga akhirnya kau mengabdi untuk negara lebih dahulu.
Semua pengunjung kafe memperhatikan sosok yang membacakan puisi. Mereka terheran, tak terkecuali Aminah dan Iklima.
IKLIMA         : Apa yang dilakukan perempuan itu? Apa dia masih waras?
AMINAH       : Entahlah, aku tidak akan peduli dengan orang semacam itu.
IKLIMA         : Kenapa?
AMINAH       : Buat apa kita memperdulikanya, toh dia bukan orang yang kita kenal.
IKLIMA         : Tetapi…
AMINAH       : Sudahlah teman aku tidak mau membicarakan hal itu.
Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang menemui Ziya. Ziya berusaha bersembunyi dibalik pengunjung kafe yang ada.
RIYAN           : (mendekati pelayan kafe) Permisi Bu, apa Ibu melihat seorang perempuan dengan shal merah, rambut pendek, dan badanya tinggi gemuk agak pendek dan kurus? Itu Ziya Bu, adik saya. Yang wajahnya mirip artis korea itu loh.. eh, jadi curhat. Apa Ibu melihatnya?
PELAYAN     : Mas itu bagaimana, mana ada orang yang badanya tinggi gemuk agak pendek dan kurus.
RIYAN           : Oh iya yah. Maksud saya yang bagian akhirnya aja Bu.
PELAYAN     : emmm. Ada mas, mungkin yang anda maksudkan perempuan yang duduk di kursi … Loh.. loh.. loh.. Kok jadi menghilang begitu yah? Jangan-jangan .. jangan-jangan..
RIYAN           : Jangan sop yah Bu? Atau jangan asem?
PELAYAN     : Jangan-jangan.. jangan-jangan.. dibawa sama… aaaa.. (ketakutan)
AMINAH       : Sudah, nggak usah pada lebay gitu dong. Suara fales gitu teriak-teriak.
IKLIMA         : Tapi ini gawat, perempuan yang tadi itu hilang
AMINAH       : Apah? Hilang? Bukankah tadi dia itu tadi duduk di… (menunjuk kursi yang tadi di dudukin Ziya)
(Semuanya teriak histeris)
AMINAH       : Stop. Maksud klian semua, yang hilang itu perempuan agak stress itu yah?
IKLIMA         : Jangan bilang begitu, nanti arwahnya.. aaa….
(Semuanya histeris ketakutan dan tiba-tiba)
ZIYA              : Semua memang teriak begitu keras, tp tidak ada yang bisa mengalahkan teriakan ku dalam hati. Datanglah kemari sayang, kau dengar teriakan ku itu kan? Orang tuaku sudah merestui kita. Keluargaku juga sudah merelakan aku untuk dirimu. Sayang… datanglah..
RIYAN           : Sudahlah Ziya, tidak ada gunanya kau melakukan semua ini,
ZIYA              : Fatah…. Fatah ku..
AMINAH       : Heh.. makin gila itu orang. Ayo pulang (Aminah dan Iklima pergi)
RIYAN           : Cukup Ziya, ayo kita pulang
ZIYA              : (menggelengkan kepala)
PELAYAN     : Mohon maaf mas, satu jam lagi kafe ini mau ditutup. Jadi tolong segera tinggalkan tempat ini. Permisi,
RIYAN           : Ziya, kau dengar ucapan playan tadi kan kalau satu jam lagi kafenya mau ditutup. Ayo Ziya kita juga harus istirahat
ZIYA              : Tapi dulu dia berjanji akan datang kekafe ini pada tanggal delapan Mei. Dan itu adalah sekarang, tepat hari ulangtahunku yang ke duapuluh satu kak,
RIYAN           : Itu janji dulu Citra, sudah lima bulan dia tidak bersama mu. Bisa sajakan dia sudah lupa akan janjinya itu,
ZIYA              : Aku percaya kasih sayang dan cinta dia masih milikku. Begitupun dengan janjinya, dia tidak pernah ingkar kepada ku.
RIYAN           : Ah.. Kenapa kau sungguh keras kepala begini? Kasih sayang dan cinta itu mudah berubah, tidak akan pernah ada orang yang tahu kalau dia masih mempunyai rasa itu kepada mu atau tidak? Iya kan?
Ziya menunduk. Matanya mulai berkaca-kaca. Melihatnya hampir menangis, kakaknya itu memberikan saputangan kepada Ziya dan mencoba menenangkanya.
RIYAN           : Aku tahu. Ini semua tidak mudah. Tidak ada yang tau seberapa besar berharapnya engkau untuk bertemunya. Lihatlah jam tangan mu, setengah jam lagi kita pulang.
Ziya dan Riyan seraya duduk dan menunggu waktu yang menentukan, mata Ziya yang menerawang jauh membuat Riyan takmampu lagi berbuat apa-apa. Beberapa saat kemudian, seorang laki-laki memasuki kafe dengan di buntuti seorang wanita.
Ziya                 : Akhirnya kau datang juga. Aku sangat merindukan mu sayang, kemarilah. Aku tahu kau akan datang,
Fatah dan Naufi mendekat
FATAH           : Iya. Ini aku datang untuk mu. (berpelukan dan memberikan kado)
ZIYA              : Wah.. Ina sudah besar yah, cantik lagi.
FATAH           : Hemmm.. Ini bukan Ina. Ziya, kenalkan dia Naufi calon istriku
INA                 : Naufi, calon istrinya Fatah
ZIYA              : Lihatlah, cakrawala mungkin kini memang tidak berpihak pada kita. Tapi lihatlah esok, semua akan terbayarkan lebih indah dari yang kau bayangkan. Ingat lah aku wahai kasih ku, setiap malam aku akan menjaga mu dalam tidurku. Sehat mu lah yang paling aku utamakan, sakit mu tak sebanding dengan sakit yang aku rasakan. Percayalah sayang, aku akan tetap memperjuangkan cinta kita. Cinta suci yang tak tertandingi oleh apapun, cinta yang tak ada sepercikpun najis dalam tiap balutanya. Aku akan terus ada dalam tiap detak jantungmu, walau bagaimanapun keadaannya aku akan tetap ada untukmu hingga ajalku. Tunggulah aku wahai kasihku..  Ini puisi yang kau lantunkan sebelum hari perpisahan kita. Kau ingat? Saat itu, dibawah pohan duku kau berusaha meyakinkanku tuk tetap bersama mu. Ini untuk peganganku katamu.
FATAH           : Tapi..
ZIYA              : Tapia apa? Kau mau menarik puisi mu itu?
FATAH           : (terdiam)
ZIYA              : Lelaki memang begitu. Hanya bisa menyisakan duka pada wanita. Atau kaumemang sengaja merencanakan semua ini?
FATAH           : Cukup Ziya, maafkan aku, kini aku telah menemukan pasanganku. Aku akan menikahinya di hari Senin, 10 Mei esok. Aku kesini untuk mengundang mu.
ZIYA              : Aku akan dating
FATAH           : Trimakasih, Assalamualaikum
ZIYA RIYAN   : Waalaikumussalam
FATAH           : Warohmatullohi Wabarokatuh. (meninggalkan kafe bersama seorang perempuan)
Ziya jatuh karenatidakkuat lagimemikul beban yang ada, hanya bisa bertawakkal pada keadan, tinggal waktu yang menentukan. Riyan hanya mampu menenangkan Ziya dan mengajaknya pulang.
Sampai dirumah, semuanya bisu. Tidak ada yang membalas salam Riyan. Riyan mengantarkan Ziya kekamar dan memintanya untuk beristirahat.
RIYAN           : Sudah malam Ya, tidurlah. Jangan menunggu malam larut ini berganti fajar.
Ziya tetap terdiam
RIYAN           : Aku keluar yah, kalau perlu apa-apa. Panggil saja aku. (Riyan keluar kamar)
Ziya yang masih lemas duduk di ranjang. Matanya mulai tak karuan memandang apapun. Sampai saat matanya tertuju pada jam tanganya.
ZIYA              : Ya Tuhan. Maafkan lah semua salah aku. Ambil aku kapan pun Engkau mau. Saat ini, jam 11.45. Bebaskan lah aku dari semuanya Tuhan.
Ziya teriak-teriak, hingga akhirnya iya merasakan betapa capenya dia, dan tidur terlelap.
Rumah pun kembali sepi, dan tiba-tiba semua orang yang sebelum tidur Ziya temui kembali dia temukan. Tapi sungguh berbeda, mereka mengenakan pakaian seba putih seraya mengucapkan selamat atas ulang tahun ziya dan Fatah membawakan kue ulang tahun.
ZIYA              : Haa…. Tuhan.. Jangan beri aku mimpi seperti ini. Mereka semua tak ada yang mengerti kondisiku.. Tuhan.. Apa ini malaikat yang akan mencabut nyawaku? Bangunkan aku.. Bangunkan aku.
Semuanya malah semakin keras menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Ziya.
ZIYA              : Tuhan… mimpi buruk macam apa ini? .. Bangunkan aku Tuhan…
Semua semakin mendekat ke arah Ziya. Mata mereka hanya tertuju pada Ziya. Ziya ketakutan dan terus berteriak-teriak meminta tolong pada kakaknya. Hingga datanglah sosok kakaknya
RIYAN           : Selamat ulang tahun Ziya. Ini bukan mimpi, mereka semua asli..
FATAH           : Benar Ziya, maafkanlah aku untuk selama ini.
PELAYAN     : Kau mau kado apa? Semuanya akan Saya sediakan. Apapun yang Anda pesan.
IKLIMA         : Selamat ulang tahun, semoga kesedihan mu lekas berganti kebahagiyaan. Agar aku juga bisa melihat senyum mu lagi.
AMINAH       : Hei.. Kalian ini bagaimana? Apa maksudnya? Kamu juga… (memandang Iklima. Setelah semua diam, Aminah tersenyum pada Ziya dan memberikan kadonya) Ini Ziya, semoga bermanfaat. Happy birthday yah..
Semunanya tertawa kecuali Ziya.
INA                 : Srlamat ulang tahun Kak Ziya. kakak masih ingat aku kan? Ini aku Ina, adiknya mas Fatah, aku baru pulang dari Thailand minggu kemarin. Maaf yah, baru kali ini aku bisa kesini. Kakak makin cantik deh, lebih cantik dari lima tahun lalu ketika aku belum ke Thailand. Iya kan Mas Fatah? (menghadap ke wajah fatah)
Ziya tetap saja masih diam.
IKLIMA         : Ini aku Iklima, dan ini Aminah (menunjuk aminah). Kau ingat kami kan, teman SMA mu ketika kelas sepuluh?
PELAYAN     : Dan ini saya Ziya. Saya ibunya Fatah, saya sudah melihat kesungguhan cinta mu, saya ingin kau menikah dengan Fatah.
FATAH           : Ziya, Kau lah kekasih sejati ku. Kau masih ingat yang tadikan? Itu semua aku lakukan karena aku mencintaimu. Semua aku lakukan karena aku mencintaimu, Ziya.
Ziya tetap saja terdiam, tanpa berganti ekspresi.
FATAH           : Kau dengar perkataan ibu ku tadikan? Ibu ku sudah merestui kita, kita bisa menikah kapan pun kau mau. Iya kan Bu? (memandang arah ibu)
Ibu menganggukkan kepala. Dan Ziya belum melontarkan satu kata pun.
FATAH           : Ziya, kau masih mencintaiku kan? Kau masih mendambakan pernikahan kita kan?
Ziya berdiri dan..
ZIYA              : Apa sih mau kalian? Kalian semua hanya bisa membuat duka, tak ada hiburan sedikitpun bagi ku. Puas?
Semua terdiam.. tiba-tiba Ziya tertawa terbahak bahak..
FATAH           : Ziya, kamu kenapa Ziya?
Ketawa Ziya malah bertambah keras.
SEMUA          : Ziya… Ziya.. Kamu Kenapa? Sadar Ziya.. Ziya…
ZIYA              : Aku tertawa karena aku bahagia.
Semuanya tertawa dan saling berjabat tangan dan berpelukan.

…SELESAI…