Selasa, 19 April 2016

naskah drama 9 0rang CINTAKU


CINTAKU



Sinar mentari menyinari sepasang kekasih yang sedang duduk bercengkrama dengan memegang beberapa buku disebuah taman sekolah.  Apapun yang mereka lakukan, tak luput dengan persiapan Ujian Nasional yang sebentar lagi akan mereka lalui. Angel nama perempuan itu, dan Ridho nama lelakinya. Angel menatap Ridho secara dalam.

ANGEL     : “Ridho, aku takut kita akan berpisah setelah masa SMA ini selesai,”

RIDHO      : “Kenapa kau harus takut Angel? Walau ragaku jauh, jiwaku akan selalu ada bersamamu dikala detak nafasmu.”

ANGEL     : “Berjanjilah padaku Ridho.. kau tak akan meninggalkan sejengkal langkah pun. Aku sangat mencintai dan menyayangimu seutuhnya”

RIDHO      : (Membelai kepala Angel) “Aku berjanji, aku tak sanggup bila harus meninggalkanmu walau hanya satu centi meter. Menghapus bayangmu dari anganku pun aku tak sanggup. Kaulah bidadari yang hinggap dihatiku, kau akan selalu aku cintai dan aku sayangi.”

          (Setelah itu Angel dan Ridho saling pandang memandang dan mengaitkan antar jari kelingking mereka. Kemudian datanglah Yasmin dan Naura sahabat Angel)

YASMIN   : “Ehm… Cieeehhh…. Yang lagi manis-manisnya gula, awas loh nanti malah kebablas pahit, He he”

          (Angel dan Ridho tersipu malu)

NAURA    : “Kalo dari mata terawanganku kalian berdua itu cocok deh, Iyakan cocok?(sambil menunjukkan jempol kedua tangan)”

Yasmin Ridho dan Angel : “Cocok..” (sambil menunjukkan jempol kedua tangan)

ANGEL     : “Itu sih bisa-bisanya kamu godain aku, Naura. Pasti biar nantinya dapat makan jajan gratis yah di warungnya Bu Tris?”

YASMIN   : “Bener tuh Ngel, biasanya mah gitu.. uang sih dia punya gede malah berkoper-koper, tapi buat jajan lima ratus rupiah saja nunggu gratisan. Payah banget Si Naura.”

NAURA    : “Hus… jangan berisik, malu tau. Apa lagi kalau Ridho dengar, bisa mati aku. Secara aku tuh lagi ngegebet temen deket dia, Si Arman yang bodynya bohai aduhai lihai dan piawai kaya artis Steven William.”

RIDHO      : “Haha.. Kamu terlambat Naura, aku sudah ada disini dari sebelum kamu nongol. Jadi aku tau kejelekanmu. Aku bakal ngumbar kejelekanmu di depan Arman biar dia enyak dari mukamu yang lusuh.”

NAURA    : “Ridho… please, jangan kau umbar-umbar keburukanku. Aku beneran cinta dan sayang sama Arman, apa lagi sama hidungnya, sayang banget deh pokoknya.”

YASMIN   : “Kalau sayang banget sama hidungnya, kamu pacarin saja tuh hidung. Barang kali hidung dia sayang juga sama kamu, kan secara otomatis hidung bakal bersin nolak kamu yang kayak upil gedek banget.”

          Semuanya tertawa dan memasuki kelas karena sudah jam masuk pelajaran.

          Mendung dengan alunan gerimis menyejukkan tanah gersang dengan dihisap makhluk tumbuhan untuk menghilangkan dahaga. Kejelian seorang Ibu yang sedang mengayak nasi sembari memikirkan nasib anaknya kelak. Bagaimanapun juga, suaminya sudah meninggal setahun silam karena sakit perut yang dialaminya. Bu Imah adalah Ibu Ridho. Semalam suntuk ia berdoa untuk keberhasilan anaknya dan tak jarang beliau menasehati sang anak.

BU IMAH : “Nak.. segiat apapun kau belajar bila tidak berdoa pada Tuhan, hasil belajarmu tidak akan maksimal. Kau tau itu kan? Solat lah dulu di tengah malam seperti ini.”

RIDHO      : “Baik Bu,”(bergegas keluar kamar untuk berwudu)

          (Ibu yang penasaran dengan apa-apa yang telas ditulis anaknya dalam secarik kertas putih membaca dalam hati.)

BU IMAH : “Nampaknya, anakku sudah mengenal cinta. Tapi siapakah Angel itu? Apa dia orang kaya? Semoga saja tidak, biasanya orang kaya hanya akan merendahkan mereka kaum miskin. Dengat bibir mereka yang tipis menghitung apa-apa yang orang miskin punyai, secara orang miskin hanya punya benda terbatas dan itu pun peninggalan nenek moyang.”

(Ridho masuk kamar)

RIDHO      : “Ibu bicara apa sih Bu? Sepertinya Ibu kesal. Ibu kenapa?”

BU IMAH : “Ibu kesal saja pada setiap orang kaya yang mengejek orang seperti kita Nak, mereka terlalu membanding-bandingkan benda kepunyaan dan harta warisan orang miskin dan orang kaya. Itu sungguh tidak masuk akal. Apa berguna mereka melakukan hal itu? Tentu tidak.”

          (Ridho termenung mengingat wajah kekasihnya yang amat kaya raya itu dan sangat dia cintai itu.)

BU IMAH : “Atau jangan-jangan mereka akan semakin bahagia dengan melihat betapa tidak layaknya hidup orang miskin seperti kita? Iya. Mungkin bagi mereka itu adalah kepuasan tersendiri yang tak ada tandinganya.

RIDHO      : “Ibu, jangan berprasangka buruk dulu terhadap mereka. Tidak semua orang kaya punya sifat seperti itu kok Bu, buktinya Angel anak terkaya di sekolah punya sikap yang baik, tidak suka mengejek, ramah, cinta lingkungan, suka menabung dan suka menolong.”

IBU IMAH  : (menyodorkan sepercik surat yang tadi ia baca) “Jadi puisi ini yang kau tulis untuk gadis kaya raya itu?”

RIDHO      : “Iya Bu, Dia kekasihku yang mampu menumbuh kembangkan gairah semangatku dalam menjalani hidup ini.”

BU IMAH : “Lebih baik kau lupakan saja dia Nak, orang kaya terlalu berat untuk kita gapai. Boleh jadi dia sangat mencintaimu, tapi orang tuanya melarangnya. Justru malah membuat kekasihmu semakin terpuruk akan sakit hatinya karena tak bisa mendapatkan balasan kasih sayang yang setimpal dengan apa yang ia miliki.”

          (Ridho hanya terdiam)

BU IMAH : “Apa jadinya nanti Nak, kalo kamu menikah dengan dia. Apa dia mau makan hanya dengan nasi putih bertaburkan garam? Apa dia juga mau akan kebiasaan makan mewahnya hanya tergantikan oleh selai sambal yang berbau menyengat? Ibu rasa dia tidak akan sanggup bila harus miskin seperti kita Nak, untuk sekarang pun kau belum sanggup untuk mencari sesuap nasi. Lebih baik kau lupakan dia,”

RIDHO      : “Ibu benar, untuk masalah kuliah pun aku tak tau mau lanjut atau tidak. Kita hanya menunggu keberuntungan Tuhan yang sekian kalinya lagi dan lagi untuk aku melanjutkan sekolah. Kuharap Tuhan masih Baik pada nasibku Bu,”

BU IMAH : “Pasti Nak, Berdoalah. Ibu mau ke dapur dulu menyiapkan kue dagangan dan juga sarapanmu.”

RIDHO      : “Baik Bu, terima kasih.”

          Detik waktu terus bergulir bersama mengalirnya air dari muara sungai hingga laut. Lama sudah siswa menjadi kutu buku di sekolah. Kini tiba Ujian Nasional. Semua murid mengerjakan dengan penuh keoptimisan dan terbayang di benak mereka akan  tempat kuliah yang tak lama bakal mereka singgahi. Beberapa hari kemudia ketika di hari pengumuman kelulusan semua siswa kelas dua belas dan orang tua berkumpul di depan aula. Begitupun dengan Ridho dan Bu Imah serta Angel dan Bu Nina. Bu Nina yang agaknya  arogan hanya mau berbincang-bincang dengan Bu Prita orang tua Yasmin serta Bu Linda orang tua Naura.

BU NINA  : “Bu Prita, Bu Linda, sebentar lagi anak kita sudah dewasa yah, anak ibu mau kuliah dimana?

BU PRITA : “Saya mah terserah anak saya saja maunya dimana, toh yang mau ngejalanin juga anak saya. Yang penting saya support dia buat sekolah setinggi-tingginya dan di tempat perguruan yang favorit dan mentereng.”

BU LINDA: “Kalo si Naura bakal kuliah kedokteran di Semarang, secara anak saya kan pinter, rajin lagi. Kalo masalah duit mah nggak usah di bilang, saya sudah siap sedia banyak kok, “

BU NINA  : “Bener tuh Naura kan pintar. Saya kepengin anak saya nglanjutin kuliahnya di Amerika biar bisa bareng sama Papahnya.”

ANGEL     : “Mah, aku nggak mau di Amerika, aku mau di Yogyakarta saja yang deket.”

BU NINA  : “Yogyakarta? Kau mau jadi apa nak, kalo kuliah di negeri sendiri? Lebih baik kita ke Amerika saja yang lebih menjamin hasilnya.

ANGEL     : “Pokoknya aku mau di Yogyakarta sajalah Mah, aku pengin di negeri sendiri. Pengin belajar banyak budaya orang Yogya.

BU NINA  : “Dengerin Mama, Angel. Yogyakarta tuh biasa saja, nggak ada wawnya sama sekali. Budaya orang Yogya juga biasa saja, nggak ada unik-uniknya walau hanya sedikitpun.

ANGEL     : “Lah… Mah, aku pokoknya mau kuliah di Yogya saja. Aku mau yang Indo. Pendidikan di Yogyakarta juga nggak kalah kok dari kuliahan luar negeri. Banyak tourism juga yang ikut berkuliah di Yogyakarta. Sudahlah Mah, aku mau ke Ridho dulu.

          (Angel mendekati Bu Imah dan Ridho)

ANGEL     : “Assalamualaikum… Tante dan Ridho apa kabarnya?”

RIDHO      : “Waalaikumussalam, kami baik.. kamu sendiri bagaimana Ngel?”

ANGEL     : “Aku baik juga. Selamat yah Ridho kamu sudah di terima kuliah di Yogyakarta lewat jalur bidikmisi. Kamu benar-benar hebat (berjabat tangan)

RIDHO      : “Terima kasih..”

          Tiba-tiba handphone Angel bordering. Rupanya Ibunya yang menelepon

ANGEL     : “Halo Mah, ada apa? Kok masih satu tempat saja telpon sih?”

BU NINA : “Halo Angel.. jauh-jauh dari sana. Ayo, jauh-jauh dari sana. Mama nggak suka lkalo kamu deket-deket sama orang yang miskin. Awas nanti kamu ketularan miskin mereka.”

ANGEL     : “Mamah kok ngomongnya gitu?”

          (Datanglah seorang guru yang mengajak wali murid untuk masuk kedalam aula.)

GURU       : “Mari Ibu-ibu silahkan masuk, acara akan segera dimulai.”

          (Semua wali  murid masuk kedalam aula, kini hanya tinggal Angel dan Ridho.)

RIDHO      : “Kemarilah Angel, aku punya sesuatu untukmu.”

ANGEL     : “Apa?”

RIDHO      : “Ini puisi yang ku tulis tadi malam khusus untukmu.” (menyodorkan secarik kertas)

ANGEL     : “Bolehkah aku meminta?”

RIDHO      : “Kau boleh meminta apapun yang kau mau. Aku akan menuruti semua keinginanmu semampuku.”

ANGEL     : “Ridho, tolong kau bacakan puisimu untukku. Puisi yang indah akan lebih indah bila orang yang sangat aku sayangi dan aku cintai yang membacakanya,”

RIDHO      : “Aku, a, aku tak sanggup Ngel, bila harus membacakan puisi ini secara langsung. Aku takut, kau akan,”

ANGEL     : “Akan apa? Aku janji. Aku akan mendengarkan bait demi bait puisimu dari awal hingga akhir. Aku tak akan menutup telinga secuilpun. Tolong, Bacakan puisi itu untukku.”

RIDHO      : “Senja. Kulihat mentari di ufuk barat. Menggoyangku untuk cepat menutup pintu. Awan putih suci menghitam. Kudengar jangkrik berbisik dengan sabdanya. Indah terbesit wajahmu dalam sunyi. Kusapa dirimu dengan rinduku. Ingin kukalungkan untaian bunga di lehermu. Namun garuda memanggilku. Aku belum ingin pergi. Aku masih ingin menatap wajah lebih lama lagi di sini. Cakrawala menarikku dengan pasti hingga wajahmu perlahan memudar dan tak berbentuk. Kuucapkan selamat tinggal dengan perih.

ANGEL     : “Ridho,”

RIDHO      : “Aku harus berangkat ke Yogya nanti sore. Kuharap kau disini baik-baik saja. Lupakan aku Angel, aku tak terlalu pantas untuk mendapat kasih sayang dan cintamu yang tulus. Ingatlah satu hal, suatu hari nanti, kau pasti akan mendapatkan seseorang yang benar-benar mencintaimu dan sebanding dengan keadaanmu.”

ANGEL     : “Kenapa kau baru mengatakan hal ini sekarang? Aku sudah terlanjur mencintaimu dengan tulus. Tak ada seorang pun lelaki yang dapat menggantikan posisimu, Ridho.”

RIDHO      : “Bukalah hatimu dengan lebar, aku yakin akan ada yang lebih baik dari diriku. Dia akan lebih mencintaimu, lebih menyayangimu, lebih membimbingmu dalam belajar. Aku harus pergi sekarang Angel. Aku sudah tidak da waktu lagi untuk tetap berdiri sendiri. Maafkan aku, dan cepatlah kau lupakan aku”

          (Ridho meninggalkan Angel)

ANGEL     : “Ridho……. Dulu kau berjanji tidak akan meninggalkan aku walau hanya satu centi meter. Katanya Kau tak sanggup bila harus menghapus bayangku dari anganmu. Akulah bidadari yang hinggap dihatimu, kau akan selalu mencintai dan menyayangiku. Ridho…. Ini omong kosongmu Ridho… ”

          (Angel menangis sejadi-jadinya, hingga ia tersadar bahwa cintanya harus ia perjuangkan. Angel pulang)

ANGEL     : “Mah.. aku mau berangkat ke Yogya sekarang. Aku mau ndaftar sekarang.” (sambil merapikan pakaian)

BU NINA  : “Tidak Angel, kamu akan pergi ke Amerika besok pagi. Ayahmu sudah membelikan kita tiket dan sudah mendaftarkan kuliahmu disana.”

ANGEL     : “Aku nggak mau Mah.. Aku mau kuliah di Yogya saja. Aku pokoknya nggak mau kuliah di Amerika.”

BU NINA  : “Kamu harus kuliah di Amerika, teman-teman Ibu juga sudah pada tau, kalo kamu bakal kuliah di sana. Kau siap-siap saja buat hari esok. Ibu juga bakal siap-siap.”

ANGEL     : “Aku mau siap-siap ke Yogja Mah, aku nggak peduli apa kata teman-teman Mamah. Yang penting aku ke Yogja sekarang.”

          Angel dan Bu Nina saling mengedepankan ego masing-masing, dan tidak dilakukanya negosiasi. Mereka terus menerus perang mulut memperdebatkan kemana mereka akan pergi.

***SELESAI***



Bumijawa, 5 Januari 2016

Penulis,

Fina Siliyya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar