CINTAKU
Sinar
mentari menyinari sepasang kekasih yang sedang duduk bercengkrama dengan
memegang beberapa buku disebuah taman sekolah.
Apapun yang mereka lakukan, tak luput dengan persiapan Ujian Nasional
yang sebentar lagi akan mereka lalui. Angel nama perempuan itu, dan Ridho nama
lelakinya. Angel menatap Ridho secara dalam.
ANGEL : “Ridho, aku takut kita akan berpisah setelah
masa SMA ini selesai,”
RIDHO : “Kenapa kau harus takut Angel? Walau
ragaku jauh, jiwaku akan selalu ada bersamamu dikala detak nafasmu.”
ANGEL : “Berjanjilah padaku Ridho.. kau tak akan
meninggalkan sejengkal langkah pun. Aku sangat mencintai dan menyayangimu
seutuhnya”
RIDHO : (Membelai
kepala Angel) “Aku berjanji, aku tak sanggup bila harus meninggalkanmu
walau hanya satu centi meter. Menghapus bayangmu dari anganku pun aku tak
sanggup. Kaulah bidadari yang hinggap dihatiku, kau akan selalu aku cintai dan
aku sayangi.”
(Setelah itu Angel dan Ridho saling pandang
memandang dan mengaitkan antar jari kelingking mereka. Kemudian datanglah
Yasmin dan Naura sahabat Angel)
YASMIN : “Ehm… Cieeehhh…. Yang lagi manis-manisnya
gula, awas loh nanti malah kebablas pahit, He he”
(Angel
dan Ridho tersipu malu)
NAURA : “Kalo dari mata terawanganku kalian berdua
itu cocok deh, Iyakan cocok?(sambil
menunjukkan jempol kedua tangan)”
Yasmin
Ridho dan Angel : “Cocok..” (sambil
menunjukkan jempol kedua tangan)
ANGEL : “Itu sih bisa-bisanya kamu godain aku,
Naura. Pasti biar nantinya dapat makan jajan gratis yah di warungnya Bu Tris?”
YASMIN : “Bener tuh Ngel, biasanya mah gitu.. uang
sih dia punya gede malah berkoper-koper, tapi buat jajan lima ratus rupiah saja
nunggu gratisan. Payah banget Si Naura.”
NAURA : “Hus… jangan berisik, malu tau. Apa lagi
kalau Ridho dengar, bisa mati aku. Secara aku tuh lagi ngegebet temen deket dia,
Si Arman yang bodynya bohai aduhai lihai dan piawai kaya artis Steven William.”
RIDHO : “Haha.. Kamu terlambat Naura, aku sudah
ada disini dari sebelum kamu nongol. Jadi aku tau kejelekanmu. Aku bakal
ngumbar kejelekanmu di depan Arman biar dia enyak dari mukamu yang lusuh.”
NAURA : “Ridho… please, jangan kau umbar-umbar
keburukanku. Aku beneran cinta dan sayang sama Arman, apa lagi sama hidungnya,
sayang banget deh pokoknya.”
YASMIN : “Kalau sayang banget sama hidungnya, kamu
pacarin saja tuh hidung. Barang kali hidung dia sayang juga sama kamu, kan
secara otomatis hidung bakal bersin nolak kamu yang kayak upil gedek banget.”
Semuanya
tertawa dan memasuki kelas karena sudah jam masuk pelajaran.
Mendung dengan alunan gerimis
menyejukkan tanah gersang dengan dihisap makhluk tumbuhan untuk menghilangkan
dahaga. Kejelian seorang Ibu yang sedang mengayak nasi sembari memikirkan nasib
anaknya kelak. Bagaimanapun juga, suaminya sudah meninggal setahun silam karena
sakit perut yang dialaminya. Bu Imah adalah Ibu Ridho. Semalam suntuk ia berdoa
untuk keberhasilan anaknya dan tak jarang beliau menasehati sang anak.
BU
IMAH : “Nak.. segiat apapun kau belajar
bila tidak berdoa pada Tuhan, hasil belajarmu tidak akan maksimal. Kau tau itu
kan? Solat lah dulu di tengah malam seperti ini.”
RIDHO : “Baik Bu,”(bergegas keluar kamar untuk berwudu)
(Ibu yang penasaran dengan apa-apa yang
telas ditulis anaknya dalam secarik kertas putih membaca dalam hati.)
BU
IMAH : “Nampaknya, anakku sudah mengenal
cinta. Tapi siapakah Angel itu? Apa dia orang kaya? Semoga saja tidak, biasanya
orang kaya hanya akan merendahkan mereka kaum miskin. Dengat bibir mereka yang
tipis menghitung apa-apa yang orang miskin punyai, secara orang miskin hanya
punya benda terbatas dan itu pun peninggalan nenek moyang.”
(Ridho masuk kamar)
RIDHO : “Ibu bicara apa sih Bu? Sepertinya Ibu
kesal. Ibu kenapa?”
BU
IMAH : “Ibu kesal saja pada setiap orang
kaya yang mengejek orang seperti kita Nak, mereka terlalu membanding-bandingkan
benda kepunyaan dan harta warisan orang miskin dan orang kaya. Itu sungguh
tidak masuk akal. Apa berguna mereka melakukan hal itu? Tentu tidak.”
(Ridho termenung mengingat wajah kekasihnya
yang amat kaya raya itu dan sangat dia cintai itu.)
BU
IMAH : “Atau jangan-jangan mereka akan
semakin bahagia dengan melihat betapa tidak layaknya hidup orang miskin seperti
kita? Iya. Mungkin bagi mereka itu adalah kepuasan tersendiri yang tak ada
tandinganya.
RIDHO : “Ibu, jangan berprasangka buruk dulu
terhadap mereka. Tidak semua orang kaya punya sifat seperti itu kok Bu,
buktinya Angel anak terkaya di sekolah punya sikap yang baik, tidak suka
mengejek, ramah, cinta lingkungan, suka menabung dan suka menolong.”
IBU
IMAH : (menyodorkan sepercik surat yang tadi ia baca) “Jadi puisi ini yang
kau tulis untuk gadis kaya raya itu?”
RIDHO : “Iya Bu, Dia kekasihku yang mampu
menumbuh kembangkan gairah semangatku dalam menjalani hidup ini.”
BU
IMAH : “Lebih baik kau lupakan saja dia
Nak, orang kaya terlalu berat untuk kita gapai. Boleh jadi dia sangat
mencintaimu, tapi orang tuanya melarangnya. Justru malah membuat kekasihmu
semakin terpuruk akan sakit hatinya karena tak bisa mendapatkan balasan kasih
sayang yang setimpal dengan apa yang ia miliki.”
(Ridho
hanya terdiam)
BU
IMAH : “Apa jadinya nanti Nak, kalo kamu
menikah dengan dia. Apa dia mau makan hanya dengan nasi putih bertaburkan
garam? Apa dia juga mau akan kebiasaan makan mewahnya hanya tergantikan oleh
selai sambal yang berbau menyengat? Ibu rasa dia tidak akan sanggup bila harus
miskin seperti kita Nak, untuk sekarang pun kau belum sanggup untuk mencari
sesuap nasi. Lebih baik kau lupakan dia,”
RIDHO : “Ibu benar, untuk masalah kuliah pun aku
tak tau mau lanjut atau tidak. Kita hanya menunggu keberuntungan Tuhan yang
sekian kalinya lagi dan lagi untuk aku melanjutkan sekolah. Kuharap Tuhan masih
Baik pada nasibku Bu,”
BU
IMAH : “Pasti Nak, Berdoalah. Ibu mau ke
dapur dulu menyiapkan kue dagangan dan juga sarapanmu.”
RIDHO : “Baik Bu, terima kasih.”
Detik
waktu terus bergulir bersama mengalirnya air dari muara sungai hingga laut. Lama sudah siswa menjadi kutu buku di
sekolah. Kini tiba Ujian Nasional. Semua murid mengerjakan dengan penuh
keoptimisan dan terbayang di benak mereka akan
tempat kuliah yang tak lama bakal mereka singgahi. Beberapa hari kemudia
ketika di hari pengumuman kelulusan semua siswa kelas dua belas dan orang tua
berkumpul di depan aula. Begitupun dengan Ridho dan Bu Imah serta Angel dan Bu
Nina. Bu Nina yang agaknya arogan hanya
mau berbincang-bincang dengan Bu Prita orang tua Yasmin serta Bu Linda orang
tua Naura.
BU
NINA : “Bu Prita, Bu Linda, sebentar lagi
anak kita sudah dewasa yah, anak ibu mau kuliah dimana?
BU
PRITA : “Saya mah terserah anak saya saja
maunya dimana, toh yang mau ngejalanin juga anak saya. Yang penting saya
support dia buat sekolah setinggi-tingginya dan di tempat perguruan yang
favorit dan mentereng.”
BU
LINDA: “Kalo si Naura bakal kuliah kedokteran di Semarang, secara anak saya kan
pinter, rajin lagi. Kalo masalah duit mah nggak usah di bilang, saya sudah siap
sedia banyak kok, “
BU
NINA : “Bener tuh Naura kan pintar. Saya
kepengin anak saya nglanjutin kuliahnya di Amerika biar bisa bareng sama Papahnya.”
ANGEL : “Mah, aku nggak mau di Amerika, aku mau
di Yogyakarta saja yang deket.”
BU
NINA : “Yogyakarta? Kau mau jadi apa nak,
kalo kuliah di negeri sendiri? Lebih baik kita ke Amerika saja yang lebih
menjamin hasilnya.
ANGEL : “Pokoknya aku mau di Yogyakarta sajalah
Mah, aku pengin di negeri sendiri. Pengin belajar banyak budaya orang Yogya.
BU
NINA : “Dengerin Mama, Angel. Yogyakarta
tuh biasa saja, nggak ada wawnya sama sekali. Budaya orang Yogya juga biasa saja,
nggak ada unik-uniknya walau hanya sedikitpun.
ANGEL : “Lah… Mah, aku pokoknya mau kuliah di
Yogya saja. Aku mau yang Indo. Pendidikan di Yogyakarta juga nggak kalah kok
dari kuliahan luar negeri. Banyak tourism juga yang ikut berkuliah di
Yogyakarta. Sudahlah Mah, aku mau ke Ridho dulu.
(Angel
mendekati Bu Imah dan Ridho)
ANGEL : “Assalamualaikum… Tante dan Ridho apa
kabarnya?”
RIDHO : “Waalaikumussalam, kami baik.. kamu
sendiri bagaimana Ngel?”
ANGEL : “Aku baik juga. Selamat yah Ridho kamu
sudah di terima kuliah di Yogyakarta lewat jalur bidikmisi. Kamu benar-benar
hebat (berjabat tangan)
RIDHO : “Terima kasih..”
Tiba-tiba handphone Angel bordering.
Rupanya Ibunya yang menelepon
ANGEL : “Halo Mah, ada apa? Kok masih satu tempat
saja telpon sih?”
BU
NINA : “Halo Angel.. jauh-jauh dari sana.
Ayo, jauh-jauh dari sana. Mama nggak suka lkalo kamu deket-deket sama orang
yang miskin. Awas nanti kamu ketularan miskin mereka.”
ANGEL : “Mamah kok ngomongnya gitu?”
(Datanglah seorang guru yang mengajak wali murid
untuk masuk kedalam aula.)
GURU : “Mari Ibu-ibu silahkan masuk, acara
akan segera dimulai.”
(Semua wali
murid masuk kedalam aula, kini hanya tinggal Angel dan Ridho.)
RIDHO : “Kemarilah Angel, aku punya sesuatu
untukmu.”
ANGEL : “Apa?”
RIDHO : “Ini puisi yang ku tulis tadi malam
khusus untukmu.” (menyodorkan secarik
kertas)
ANGEL : “Bolehkah aku meminta?”
RIDHO : “Kau boleh meminta apapun yang kau mau.
Aku akan menuruti semua keinginanmu semampuku.”
ANGEL : “Ridho, tolong kau bacakan puisimu untukku.
Puisi yang indah akan lebih indah bila orang yang sangat aku sayangi dan aku
cintai yang membacakanya,”
RIDHO : “Aku, a, aku tak sanggup Ngel, bila
harus membacakan puisi ini secara langsung. Aku takut, kau akan,”
ANGEL : “Akan apa? Aku janji. Aku akan
mendengarkan bait demi bait puisimu dari awal hingga akhir. Aku tak akan
menutup telinga secuilpun. Tolong, Bacakan puisi itu untukku.”
RIDHO : “Senja. Kulihat mentari di ufuk barat.
Menggoyangku untuk cepat menutup pintu. Awan putih suci menghitam. Kudengar
jangkrik berbisik dengan sabdanya. Indah terbesit wajahmu dalam sunyi. Kusapa
dirimu dengan rinduku. Ingin kukalungkan untaian bunga di lehermu. Namun garuda
memanggilku. Aku belum ingin pergi. Aku masih ingin menatap wajah lebih lama
lagi di sini. Cakrawala menarikku dengan pasti hingga wajahmu perlahan memudar
dan tak berbentuk. Kuucapkan selamat tinggal dengan perih.
ANGEL : “Ridho,”
RIDHO : “Aku harus berangkat ke Yogya nanti
sore. Kuharap kau disini baik-baik saja. Lupakan aku Angel, aku tak terlalu
pantas untuk mendapat kasih sayang dan cintamu yang tulus. Ingatlah satu hal,
suatu hari nanti, kau pasti akan mendapatkan seseorang yang benar-benar
mencintaimu dan sebanding dengan keadaanmu.”
ANGEL : “Kenapa kau baru mengatakan hal ini
sekarang? Aku sudah terlanjur mencintaimu dengan tulus. Tak ada seorang pun
lelaki yang dapat menggantikan posisimu, Ridho.”
RIDHO : “Bukalah hatimu dengan lebar, aku yakin
akan ada yang lebih baik dari diriku. Dia akan lebih mencintaimu, lebih
menyayangimu, lebih membimbingmu dalam belajar. Aku harus pergi sekarang Angel.
Aku sudah tidak da waktu lagi untuk tetap berdiri sendiri. Maafkan aku, dan
cepatlah kau lupakan aku”
(Ridho
meninggalkan Angel)
ANGEL : “Ridho……. Dulu kau berjanji tidak akan
meninggalkan aku walau hanya satu centi meter. Katanya Kau tak sanggup bila
harus menghapus bayangku dari anganmu. Akulah bidadari yang hinggap dihatimu,
kau akan selalu mencintai dan menyayangiku. Ridho…. Ini omong kosongmu Ridho… ”
(Angel menangis sejadi-jadinya, hingga ia
tersadar bahwa cintanya harus ia perjuangkan. Angel pulang)
ANGEL : “Mah.. aku mau berangkat ke Yogya
sekarang. Aku mau ndaftar sekarang.” (sambil
merapikan pakaian)
BU
NINA : “Tidak Angel, kamu akan pergi ke
Amerika besok pagi. Ayahmu sudah membelikan kita tiket dan sudah mendaftarkan
kuliahmu disana.”
ANGEL : “Aku nggak mau Mah.. Aku mau kuliah di
Yogya saja. Aku pokoknya nggak mau kuliah di Amerika.”
BU
NINA : “Kamu harus kuliah di Amerika,
teman-teman Ibu juga sudah pada tau, kalo kamu bakal kuliah di sana. Kau
siap-siap saja buat hari esok. Ibu juga bakal siap-siap.”
ANGEL : “Aku mau siap-siap ke Yogja Mah, aku
nggak peduli apa kata teman-teman Mamah. Yang penting aku ke Yogja sekarang.”
Angel dan Bu Nina saling mengedepankan ego
masing-masing, dan tidak dilakukanya negosiasi. Mereka terus menerus perang
mulut memperdebatkan kemana mereka akan pergi.
***SELESAI***
Bumijawa, 5 Januari 2016
Penulis,
Fina Siliyya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar